Senin, 13 Februari 2012

LDR Part.3


tanpa sengaja, air mata ini menetes dengan suksesnya. Aku teridam sambil meremaskan sepucuk surat itu, kakiku bergetar membacanya, tak terkendali. Namun semua ini kan kucoba untuk kulupakan semua, masa-masa indah bersamanya kini sirna sudah. Tak ada guna ku bersedih, untuk apa?... namun, perasaanku tak bisa dibohongi, AKU TERLANJUR SAYANG PADANYA!.
            Malam ini, hujan gerimis kini membanjiri ruko tempatku bekerja, hujan yang semakin lama semakin deras ini membuat waktuku sedikit tersita untuk pulang kerumah. Aku duduk dihalte bus sendirian, waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB. Jika malam hujan ini, biasanya aku pulang bersama Celvin dengan Mercynya, ahh.. tidak penting mengingatnya. Krik..krikk.. malam semakin sunyi, dan hujan tak henti-hentinya turun, seketika aku merasa hangat lalu aku tesenyum, ternyata seorang pria yang dulu menjadi pangeranku kini memakaikanku sweater, ya Joko, sang mantan.
            “um.. makasih Joko, ngga perlu..” lalu ia tersenyum lebar. Joko adalah salahsatu mantan terindahku, aku dan dia berpacaran telah lama sejak itu, hampir 2 tahun. Namun, hubungan kami selesai ketika itu karena dia ternyata telah berpaling pada wanita lain, sahabatku sendiri, bernama Tiara. Beberapa kali Joko mengemis cinta dan meminta maaf padaku, lalu kuabaikan. Mulanya, aku melamar kerja ditempat yang agak jauh dari tempat tinggal Joko, namun apa daya, Joko mengejarku sampai disini, sampai sekarang, dan disini, ditempat kerja.
            “jangan pura-pura deh, Jen. Gue tau lo kedinginan disini” dengan gaya yang sok coolnya namun sikap inilah yang membuatku –dan cewek-cewek lainnya—illfeel kepada dia. “ga usah, Joko, makasih.. lagian bentar lagi juga reda ko” balasku. “hmm..begitu yah, tapi biasanya hujan seperti ini, lama beresnya Jen, yoo kuantar kau pulang kerumah, anak cewek ga baik lho malam-malam dihalte sendirian!” ia berusaha membujukku. Aku menatap wajahnya yang basah kuyup dengan tampang melas dan  masih meminta-minta padaku, tepat disampingnya motor hijau kesayangan diparkirkan disana, seolah setia menunggu dan meminta-minta untuk aku mendudukinya. 
            “baiklah..” balasku dengan nada halus. Lalu ia memakaikanku sweaternya yang dulu pernah kupakai ketika kami berjalan-jalan mengelilingi kota ini di malam hari, ahh lagi-lagi aku mengingatnya, sungguh tidak penting dan membuang waktu. Dengan gesit Joko mengemudikan motornya mirip dengan pembalap motor yang sedang berlomba di sirkuit. Setelah jalan pertigaan ini, belok kanan tepatnya Blok Mawar adalah rumah yang kami tuju, ini rumahku. Aku turun dari motor besarnya itu “makasih Joko, ..” belum sempat aku berkomat-kamit berkomentar tentang kecepatan yang ia laju selama aku duduk di motornya, ia membelah ucapanku “udah, masuk gih..buru-buru ganti baju, nanti masuk angin lagi.. aku pulang dulu ya, oh iya tolong sampaikan aku salam pada Celvin”. Aku mengangguk sambil tersenyum lebar dan melihat ia memutarbalik motor hijaunya yang sudah hampir lenyap ditelan gelapnya malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar