tanpa sengaja, air mata ini menetes dengan suksesnya. Aku teridam
sambil meremaskan sepucuk surat itu, kakiku bergetar membacanya, tak
terkendali. Namun semua ini kan kucoba untuk kulupakan semua, masa-masa indah
bersamanya kini sirna sudah. Tak ada guna ku bersedih, untuk apa?... namun,
perasaanku tak bisa dibohongi, AKU TERLANJUR SAYANG PADANYA!.
Malam ini, hujan
gerimis kini membanjiri ruko tempatku bekerja, hujan yang semakin lama semakin
deras ini membuat waktuku sedikit tersita untuk pulang kerumah. Aku duduk
dihalte bus sendirian, waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB. Jika malam hujan ini,
biasanya aku pulang bersama Celvin dengan Mercynya, ahh.. tidak penting
mengingatnya. Krik..krikk.. malam semakin sunyi, dan hujan tak henti-hentinya
turun, seketika aku merasa hangat lalu aku tesenyum, ternyata seorang pria yang
dulu menjadi pangeranku kini memakaikanku sweater, ya Joko, sang mantan.
“um.. makasih
Joko, ngga perlu..” lalu ia tersenyum lebar. Joko adalah salahsatu mantan
terindahku, aku dan dia berpacaran telah lama sejak itu, hampir 2 tahun. Namun,
hubungan kami selesai ketika itu karena dia ternyata telah berpaling pada
wanita lain, sahabatku sendiri, bernama Tiara. Beberapa kali Joko mengemis
cinta dan meminta maaf padaku, lalu kuabaikan. Mulanya, aku melamar kerja
ditempat yang agak jauh dari tempat tinggal Joko, namun apa daya, Joko
mengejarku sampai disini, sampai sekarang, dan disini, ditempat kerja.
“jangan
pura-pura deh, Jen. Gue tau lo kedinginan disini” dengan gaya yang sok coolnya namun sikap inilah yang
membuatku –dan cewek-cewek lainnya—illfeel
kepada dia. “ga usah, Joko,
makasih.. lagian bentar lagi juga reda ko”
balasku. “hmm..begitu yah, tapi biasanya hujan seperti ini, lama beresnya
Jen, yoo kuantar kau pulang kerumah, anak cewek ga baik lho malam-malam dihalte
sendirian!” ia berusaha membujukku. Aku menatap wajahnya yang basah kuyup
dengan tampang melas dan masih meminta-minta
padaku, tepat disampingnya motor hijau kesayangan diparkirkan disana, seolah
setia menunggu dan meminta-minta untuk aku mendudukinya.
“baiklah..” balasku dengan nada halus. Lalu ia memakaikanku sweaternya
yang dulu pernah kupakai ketika kami berjalan-jalan mengelilingi kota ini di
malam hari, ahh lagi-lagi aku mengingatnya, sungguh tidak penting dan membuang
waktu. Dengan gesit Joko mengemudikan motornya mirip dengan pembalap motor yang
sedang berlomba di sirkuit. Setelah jalan pertigaan ini, belok kanan tepatnya
Blok Mawar adalah rumah yang kami tuju, ini rumahku. Aku turun dari motor
besarnya itu “makasih Joko, ..” belum sempat aku berkomat-kamit berkomentar
tentang kecepatan yang ia laju selama aku duduk di motornya, ia membelah
ucapanku “udah, masuk gih..buru-buru ganti baju, nanti masuk angin lagi.. aku
pulang dulu ya, oh iya tolong sampaikan aku salam pada Celvin”. Aku mengangguk
sambil tersenyum lebar dan melihat ia memutarbalik motor hijaunya yang sudah
hampir lenyap ditelan gelapnya malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar