(Awalnya, gue Elfina Astin Cuman sekedar bertanya sesuatu
sama seorang guru disekolah tempat gue sekolah, tapi entah kenapa kisah nyata
ini seolah mendobrak inspirasi gue buat gue tuangin dalem bentuk tulisan)
I’m sure. I can do it!
Aku
adalah seorang lelaki dari desa yang terpencil didaerah Bogor. Aku tinggal
bersama kedua orangtuaku serta saudara-saudara besarku. Aku terlahir dari
keluarga yang kurang mampu, semua saudaraku hanya bisa bersekolah sampai pada
tingkat dasar saja. Tapi beruntungnya aku yang disekolahkan disebuah sekolah
menengah pertama ini. Namun, nasibku kini tak seberuntung mereka yang telah
bekerja menjadi pedagang. aku sangat senang sekali bisa bersekolah menengah
pertama ini.
Tahukah
kamu?, aku sangat terganggu bersekolah disini. Aku malu! Setiap hari aku sangat
malu!. Karena bayaran tunggakan sekolah yang belum sempat aku bayar, bukan
karena aku tidak sempat, tapi aku tidak punya uang untuk melunasinya. Lalu aku
pulang dengan wajah murung menghadap orangtuaku dan aku berbincang-bincang
mengenai masalahku, tapi balas orangtuaku hanyalah aku harus bersabar dan tidak
untuk memikirkan semua ini, biarkan hal ini menjadi beban orangtua saja.
Selama 3
tahun aku bersekolah disekolah menangah pertama ini, percaya atau tidak, aku
masih belum seperak pun menyimpan uang biaya sekolah, namun entah mengapa aku
bisa lulus, mungkin kedua orangtuaku telah mendapat rejeki untuk itu, entahlah.
Hari pertama
masuk sekolah menengah atas, aku tidak ingin kejadian memalukan yang sebelumnya
terjadi di sekolah menengah pertama terjadi kembali padaku di SMA kini. Setiap harinya
aku berniat mengumpilkan uang Rp 1,- dalam sakuku. Untuk bayaran. Dengan seperti
ini aku bisa nyaman bersekolah tanpa harus dipanggil oleh guru bagian tata
usaha dan ditagih uang bayaran, sungguh menyenangkan. Aku adalah anak lelaki
satu-satunya yang bersekolah setinggi ini, tidak ada anak seumuranku yang
bersekolah setingkat SMA. Aku ingin derajatku setelah lulus nanti dibedakan
kualitasnya dengan anak yang tidak bersekolah, oleh karena itu, setiap hari aku
pergi kesekolah secara sembunyi-sembunyi dan lewat sawah berlumpur demi tidak
ketahuan bahwa aku adalah anak SMA.
Tiga
tahun aku lalui di SMA ini, akhirnya aku lulus sekolah J aku sangat senang. Pada waktu
itu aku berencana untuk mencoba mengisi formulir UMPTN untuk masuk universitas.
Lagi lagi masalah biaya membahana dikepalaku. Bagaimana ini? Aku berusaha
berbincang secara baik dengan orangtuaku dan aku sangat miris sekali. Keesokan harinya
aku diberikan sejumlah uang untuk membeli formulir itu yang seharga Rp 15.000,-
aku harus menggunakan uang ini untuk hal yang berguna. Jangan sampai aku
sia-siakan uang ini yang didapatkan orangtuaku dari menggadaikan sebuah sarung
kepada seseorang.
Lalu aku
membeli formulirya dan mengikuti beberapa tes, dan hasilnya.. AKU DITERIMA. Sungguh,
apakah ini mimpi. Aku tembah kaget lagi setelah temanku memperliahatkan sebuah Koran
berisi pengumuman yang diterima. Aku sangat sennang sekali mendengarnya, lalu
aku melakukan sedikit gerakan tarian sambil menuju kamar mandi, namun aahh..
anak tangga ini melukai kakiku, yang masih berbekas hingga kini, luka ini
terjadi pada tanggal 8 agustus.
Letak kampus
ini ternyata jauh sekali dari rumahku, lalu kuputuskan untuk tinggal bersama
orang lain didekat kampusku. Percaya atau tidak, aku menjadi pembantu disana,
sebagai seorang lelaki yang tidak digaji, aku harus tahu diri bahwa aku
menumpang disini. Setiap pagi aku harus menjalankan aktivitas rumahtangga
dirumah orang, demi mengisi perut dan menumpang tidur saja.
Dua tahun
berlalu, nampaknya aku sudah memiliki penghasilan sendiri. Penghasilan yang
kudapatkan dari bisnis kecil-kecilan ini ternyata mampu mengontrakan sebuah
rumah kecil dipekarangan yang kumuh dan bau. Aku mendapatkan uang dengan cara
berbisnis fotocopy dikelas. Biasanya sang dosen memberikan kami sebuah materi
yang haris difotocopy, dan tentu saja hal ini menjadikan peluang bisnis
untukku, aku mengambilalih semua tugas itu dan aku pergi ke Jakarta untuk
memfotocopy lembaran materi itu, keuntungan yang baik bukan dan lumayan untuk
membelikan martabak untuk keluargaku. Hehe
Hari demi
hari berlalu begitu saja, aku tidak menyangka secepat itukah aku lulus, dan aku
dilantik menjadi seorang guru, dan aku ditugaskan mengajar di NTB. Selama 15
tahun aku disana dengan pekerjaanku, aku juga menemukan sosok yang setia
menemaniku, aku menemukan jodohku disana. Seolah kedatanganku ini untuk
menjamput isteriku sekarang.
Pesan Moral : tidak ada manusia
yang dilahirkan untuk gagal, semua manusia dilahirkan untuk menjadi orang yang
sukses, tidak ada kata menyerah, namun semua ini tergantung pada bagaimana
caramu mengambil keputusan.
Penulis : Elfina Astin
Cisarua, 15 februari 2012